Bab pendahuluan ini berisi pokok bahasan mengenai ruang lingkup dan
perkembangan Biologi Molekuler
serta hubungannya dengan ilmu-ilmu lain, tinjauan
sekilas tentang sel yang meliputi perbedaan antara prokariot dan eukariot, diferensiasi
dan organel subseluler pada eukariot. Selain itu, sekilas juga dibahas tiga di antara
makromolekul hayati, yaitu polisakarida, lemak, dan protein. Setelah mempelajari pokok
bahasan di dalam bab ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan:
1. ruang lingkup, perkembangan, dan hubungan Biologi Molekuler dengan disiplin ilmu
lainnya,
2. ciri-ciri sel prokariot,
3. ciri-ciri sel eukariot,
4. perbedaan antara sel prokariot dan eukariot,
5. macam-macam organel subseluler pada sel eukariot,
6. struktur molekul polisakarida penting seperti amilum dan selulosa,
7. struktur molekul lemak,
8. perbedaan antara lemak hewani dan lemak nabati,
9. struktur molekul protein, dan
10. macam-macam asam amino penyusun protein
Agar dapat memahami pokok bahasan ini dengan lebih baik mahasiswa disarankan
untuk mempelajari kembali klasifikasi seluler dan makromolekul hayati seperti yang
telah diberikan pada mata kuliah Biologi Sel dan Biokimia. Urutan bahasan di dalam bab
ini adalah ruang lingkup, perkembangan, dan hubungan Biologi Molekuler dengan ilmu
lain, tinjauan sekilas tentang sel, dan makromolekul hayati.
Ruang Lingkup, Perkembangan, dan Hubungan dengan Ilmu Lain
Biologi Molekuler merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
hubungan antara struktur dan fungsi molekul-molekul hayati serta kontribusi hubungan
tersebut terhadap pelaksanaan dan pengendalian berbagai proses biokimia. Secara lebih
ringkas dapat dikatakan bahwa Biologi Molekuler mempelajari dasar-dasar molekuler
setiap fenomena hayati. Oleh karena itu, materi kajian utama di dalam ilmu ini adalah
2
makromolekul hayati, khususnya asam nukleat, serta proses pemeliharaan, transmisi, dan
ekspresi informasi hayati yang meliputi replikasi, transkripsi, dan translasi.
Meskipun sebagai cabang ilmu pengetahuan tergolong relatif masih baru, Biologi
Molekuler telah mengalami perkembangan yang sangat pesat semenjak tiga dasawarsa
yang lalu. Perkembangan ini terjadi ketika berbagai sistem biologi, khususnya
mekanisme alih informasi hayati, pada bakteri dan bakteriofag dapat diungkapkan. Begitu
pula, berkembangnya teknologi DNA rekombinan, atau dikenal juga sebagai rekayasa
genetika, pada tahun 1970-an telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi
perkembangan Biologi Molekuler. Pada kenyataannya berbagai teknik eksperimental
baru yang terkait dengan manipulasi DNA memang menjadi landasan bagi perkembangan
ilmu ini.
Biologi Molekuler sebenarnya merupakan ilmu multidisiplin yang melintasi
sejumlah disiplin ilmu terutama Biokimia, Biologi Sel, dan Genetika. Akibatnya,
seringkali terjadi tumpang tindih di antara materi-materi yang dibahas meskipun
seharusnya ada batas-batas yang memisahkannya. Sebagai contoh, reaksi metabolisme
yang diatur oleh pengaruh konsentrasi reaktan dan produk adalah materi kajian Biokimia.
Namun, apabila reaksi ini dikatalisis oleh sistem enzim yang mengalami perubahan
struktur, maka kajiannya termasuk dalam lingkup Biologi Molekuler. Demikian juga,
struktur komponen intrasel dipelajari di dalam Biologi Sel, tetapi keterkaitannya dengan
struktur dan fungsi molekul kimia di dalam sel merupakan cakupan studi Biologi
Molekuler. Komponen dan proses replikasi DNA dipelajari di dalam Genetika, tetapi
macam-macam enzim DNA polimerase beserta fungsinya masing-masing dipelajari di
dalam Biologi Molekuler.
Beberapa proses hayati yang dibahas di dalam Biologi Molekuler bersifat sirkuler.
Untuk mempelajari replikasi DNA, misalnya, kita sebaiknya perlu memahami
mekanisme pembelahan sel. Namun sebaliknya, alangkah baiknya apabila pengetahuan
tentang replikasi DNA telah dikuasai terlebih dahulu sebelum kita mempelajari
pembelahan sel.
Tinjauan Sekilas tentang Sel
Oleh karena sebagian besar makromolekul hayati terdapat di dalam sel, maka kita
perlu melihat kembali sekilas mengenai sel, terutama dalam kaitannya sebagai dasar
3
klasifikasi organisme. Berdasarkan atas struktur selnya, secara garis besar organisme
dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu prokariot dan eukariot. Di antara kedua
kelompok ini terdapat kelompok peralihan yang dinamakan Archaebacteria atau
Archaea.
Prokariot
Prokariot merupakan bentuk sel organisme yang paling sederhana dengan diameter
dari 1 hingga 10 µm. Struktur selnya diselimuti oleh membran plasma (membran sel)
yang tersusun dari lemak lapis ganda. Di sela-sela lapisan lemak ini terdapat sejumlah
protein integral yang memungkinkan terjadinya lalu lintas molekul-molekul tertentu dari
dalam dan ke luar sel. Kebanyakan prokariot juga memiliki dinding sel yang kuat di luar
membran plasma untuk melindungi sel dari lisis, terutama ketika sel berada di dalam
lingkungan dengan osmolaritas rendah.
Bagian dalam sel secara keseluruhan dinamakan sitoplasma atau sitosol. Di
dalamya terdapat sebuah kromosom haploid sirkuler yang dimampatkan dalam suatu
nukleoid (nukleus semu), beberapa ribosom (tempat berlangsungnya sintesis protein),
dan molekul RNA. Kadang-kadang dapat juga dijumpai adanya plasmid (molekul DNA
sirkuler di luar kromosom). Beberapa di antara molekul protein yang terlibat dalam
berbagai reaksi metabolisme sel nampak menempel pada membran plasma, tetapi tidak
ada struktur organel subseluler yang dengan jelas memisahkan berlangsungnya masing-
masing proses metabolisme tersebut.
Permukaan sel prokariot adakalanya membawa sejumlah struktur berupa rambut-
rambut pendek yang dinamakan pili dan beberapa struktur rambut panjang yang
dinamakan flagela. Pili memungkinkan sel untuk menempel pada sel atau permukaan
lainnya, sedangkan flagela digunakan untuk berenang apabila sel berada di dalam media
cair.
Sebagian besar prokariot bersifat uniseluler meskipun ada juga beberapa yang
mempunyai bentuk multiseluler dengan sel-sel yang melakukan fungsi-fungsi khusus.
Prokariot dapat dibagi menjadi dua subdivisi, yaitu Eubacteria dan Archaebacteria atau
Archaea. Namun, di atas telah disinggung bahwa Archaea merupakan kelompok
peralihan antara prokariot dan eukariot. Dilihat dari struktur selnya, Archaea termasuk
4
dalam kelompok prokariot, tetapi evolusi molekul rRNA-nya memperlihatkan bahwa
Archaea lebih mendekati eukariot.
Perbedaan antara Eubacteria dan Archaea terutama terletak pada sifat biokimianya.
Misalnya, Eubacteria mempunyai ikatan ester pada lapisan lemak membran plasma,
sedangkan pada Archaea ikatan tersebut berupa ikatan eter.
Salah satu contoh Eubacteria (bakteri), Escherichia coli, mempunyai ukuran
genom (kandungan DNA) sebesar 4.600 kilobasa (kb), suatu informasi genetik yang
mencukupi untuk sintesis sekitar 3.000 protein. Aspek biologi molekuler spesies bakteri
ini telah sangat banyak dipelajari. Sementara itu, genom bakteri yang paling sederhana,
Mycoplasma genitalium, hanya terdiri atas 580 kb DNA, suatu jumlah yang hanya cukup
untuk menyandi lebih kurang 470 protein. Dengan protein sesedikit ini spesies bakteri
tersebut memiliki kemampuan metabolisme yang sangat terbatas.
Kelompok Archaea biasanya menempati habitat ekstrim seperti suhu dan salinitas
tinggi. Salah satu contoh Archaea, Methanocococcus jannaschii, mempunyai genom
sebesar 1.740 kb yang menyandi 1.738 protein. Bagian genom yang terlibat dalam
produksi energi dan metabolisme cenderung menyerupai prokariot, sedangkan bagian
genom yang terlibat dalam replikasi, transkripsi, dan translasi cenderung menyerupai
eukariot.
Gambar 1.1. Diagram skematik sel prokariot
Eukariot
Secara taksonomi eukariot dikelompokkan menjadi empat kingdom, masing-masing
hewan (animalia), tumbuhan (plantae), jamur (fungi), dan protista, yang terdiri atas
alga dan protozoa. Salah satu ciri sel eukariot adalah adanya organel-organel subseluler
dengan fungsi-fungsi metabolisme yang telah terspesialisasi. Tiap organel ini terbungkus
dalam suatu membran. Sel eukariot pada umumnya lebih besar daripada sel prokariot.
Diameternya berkisar dari 10 hingga 100 µm. Seperti halnya sel prokariot, sel eukariot
5
diselimuti oleh membran plasma. Pada tumbuhan dan kebanyakan fungi serta protista
terdapat juga dinding sel yang kuat di sebelah luar membran plasma. Di dalam sitoplasma
sel eukariot selain terdapat organel dan ribosom, juga dijumpai adanya serabut-serabut
protein yang disebut sitoskeleton. Serabut-serabut yang terutama berfungsi untuk
mengatur bentuk dan pergerakan sel ini terdiri atas mikrotubul (tersusun dari tubulin)
dan mikrofilamen (tersusun dari aktin).
Gambar 1.2. Diagram skematik sel eukariot (hewan)
Sebagian besar organisme eukariot bersifat multiseluler dengan kelompok-
kelompok sel yang mengalami diferensiasi selama perkembangan individu. Peristiwa ini
terjadi karena pembelahan mitosis akan menghasilkan sejumlah sel dengan perubahan
pola ekspresi gen sehingga mempunyai fungsi yang berbeda dengan sel asalnya. Dengan
demikian, kandungan DNA pada sel-sel yang mengalami diferensiasi sebenarnya hampir
selalu sama, tetapi gen-gen yang diekspresikan berbeda antara satu dan lainnya.
Diferensiasi diatur oleh gen-gen pengatur perkembangan. Mutasi yang terjadi pada
gen-gen ini dapat mengakibatkan abnormalitas fenotipe individu, misalnya tumbuhnya
kaki di tempat yang seharusnya digunakan untuk antena pada lalat Drosophila. Namun,
justru dengan mempelajari mutasi pada gen-gen pengatur perkembangan, kita dapat
memahami berlangsungnya proses perkembangan embrionik.
Pada organisme multiseluler koordinasi aktivitas sel di antara berbagai jaringan dan
organ diatur oleh adanya komunikasi di antara sel-sel tersebut. Hal ini melibatkan
molekul-molekul sinyal seperti neurotransmiter, hormon, dan faktor pertumbuhan yang
6
disekresikan oleh suatu jaringan dan diteruskan kepada jaringan lainnya melalui reseptor
yang terdapat pada permukaan sel.
Organel subseluler
Pada eukariot terdapat sejumlah organel subseluler seperti nukleus, mitokondria,
kloroplas, retikulum endoplasmik, dan mikrobodi. Masing-masing akan kita bicarakan
sepintas berikut ini.
Nukleus mengandung sekumpulan DNA seluler yang dikemas dalam beberapa
kromosom. Di dalam nukleus terjadi transkripsi DNA menjadi RNA dan prosesing RNA.
Selain DNA, di dalam nukleus juga terdapat nukleolus yang merupakan tempat
berlangsungnya sintesis rRNA dan perakitan ribosom secara parsial.
Mitokondria merupakan tempat berlangsungnya respirasi seluler, yang melibatkan
oksidasi nutrien menjadi CO2 dan air dengan membebaskan molekul ATP. Secara evolusi
organel ini berasal dari simbion-simbion prokariotik yang tetap mempertahankan
beberapa DNA, RNA, dan mesin sintesis proteinnya. Meskipun demikian, sebagian besar
proteinnya disandi oleh DNA di dalam nukleus. Sementara itu, kloroplas merupakan
tempat berlangsungnya proses fotosintesis pada tumbuhan dan alga. Pada dasarnya
kloroplas memiliki struktur yang menyerupai mitokondria dengan sistem membran
tilakoid yang berisi klorofil. Seperti halnya mitokondria, kloroplas juga mempunyai DNA
sendiri sehingga kedua organel ini sering dinamakan organel otonom.
Retikulum endoplasmik merupakan sistem membran sitoplasmik yang meluas dan
menyambung dengan membran nukleus. Ada dua macam retikulum endoplasmik, yaitu
retikulum endoplasmik halus yang membawa banyak enzim untuk reaksi biosintesis
lemak dan metabolisme xenobiotik dan retikulum endoplasmik kasar yang membawa
sejumlah ribosom untuk sintesis protein membran. Protein-protein ini diangkut melalui
vesikula transpor menuju kompleks Golgi untuk prosesing lebih lanjut dan pemilahan
sesuai dengan tujuan akhirnya masing-masing.
Mikrobodi terdiri atas lisosom, peroksisom, dan glioksisom. Lisosom berisi enzim-
enzim hidrolitik yang dapat memecah karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat.
Organel ini bekerja sebagai pusat pendaurulangan makromolekul yang berasal dari luar
sel atau organel-organel lain yang rusak. Sementara itu, peroksisom berisi enzim-enzim
yang dapat mendegradasi hidrogen peroksida dan radikal bebas yang sangat reaktif.
7
Glioksisom adalah peroksisom pada tumbuhan yang mengalami spesialisasi menjadi
tempat berlangsungnya reaksi daur glioksilat.
Makromolekul
Secara garis besar makromolekul hayati meliputi polisakarida, lemak, protein, dan
asam nukleat. Selain itu, terdapat pula makromolekul kompleks, yang merupakan
gabungan dua atau lebih di antara makromolekul tersebut.
Polisakarida
Polisakarida merupakan polimer beberapa gula sederhana yang satu sama lain
secara kovalen dihubungkan melalui ikatan glikosidik. Makromolekul ini terutama
berfungsi sebagai cadangan makanan dan materi struktural.
Selulosa dan pati (amilum) sangat banyak dijumpai pada tumbuhan. Kedua-
duanya adalah polimer glukosa, tetapi berbeda macam ikatan glikosidiknya. Pada
selulosa monomer-monomer glukosa satu sama lain dihubungkan secara linier oleh ikatan
1,4 glikosidik, sedangkan pada amilum ada dua macam ikatan glikosidik karena
amilum mempunyai dua komponen, yaitu -amilosa dan amilopektin. Monomer-
monomer glukosa pada -amilosa dihubungkan oleh ikatan 1,4 glikosidik, sedangkan
pada amilopektin, yang merupakan rantai cabang amilum, ikatannya adalah 1,6
glikosidik.
Pada tumbuhan selulosa merupakan komponen utama penyusun struktur dinding
sel. Sekitar 40 rantai molekul selulosa tersusun paralel membentuk lembaran-lembaran
horizontal yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen sehingga menghasilkan serabut-
serabut tak larut yang sangat kuat. Sementara itu, amilum berguna sebagai cadangan
makanan yang dapat dijumpai dalam bentuk butiran-butiran besar di dalam sel. Adanya
dua macam ikatan glikosidik pada amilum menjadikan molekul ini tidak dapat dikemas
dengan konformasi yang kompak. Oleh karena itu, amilum mudah larut di dalam air.
Fungi dan beberapa jaringan hewan menyimpan cadangan makanan glukosa dalam
bentuk glikogen, yang mempunyai ikatan glikosidik seperti pada amilopektin.
Polisakarida lainnya, kitin merupakan komponen utama penyusun dinding sel fungi dan
eksoskeleton pada serangga dan Crustacea. Kitin mempunyai struktur molekul
menyerupai selulosa, hanya saja monomernya berupa N-asetilglukosamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar